Bedah Buku PR Crisis. Foto: istimewa

PR itu tak hanya sekadar menjaga citra dan reputasi secara baik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penulis buku Public Relations (PR) Crisis, Dr Firsan Nova, menyatakan dalam mengukur aktivitas kerja PR itu tak hanya sekadar menjaga citra dan reputasi secara baik atau menggunakan alat ukur PR Value saja. Lebih utama adalah tugas PR itu adalah membantu perusahaan bisa tetap bertahan atau sustain.

“Krisis itu adalah setiap peristiwa yang berpotensi membahayakan atau mengancam citra, reputasi, atau stabilitas keuangan suatu entitas. Untuk menghadapi krisis itu diperlukan pemahaman mengenai definisi, faktor dan stakeholders yang terlibat,” kata Firsan saat berbicara pada acara bedah buku PR Crisis yang digelar secara virtual oleh Fakultas Komunikasi dan Bisnis Universitas Telkom, Kamis (25/2).

Dalam acara bedah buku ini, hadir juga sebagai pembicara adalah dua penulis buku PR Crisis yakni Dian Agustine yang berlatar belakang praktisi PR serta Mohammad Akbar (jurnalis). Bedah buku ini dipandu oleh Dosen Digital PR Universitas Telkom, Martha Tri Lestari.

Firsan mengatakan dengan bekal pengetahuan yang cukup terhadap situasi krisis, maka hal yang harus dilakukan untuk mengantisipasi masalah yang muncul itu tidak membesar adalah kemampuan untuk mengisolasi krisis. “Menemukan cara agar krisis tidak melebar atau berdampak pada stabilitas keuangan, itulah yang diperlukan,” ujarnya.

Dian Agustine mengatakan hal penting dari tugas PR adalah menjaga persepsi publik, mulai dari penilaian terhadap brand ambassador. “Di sini sebuah perusahaan perlu berhati-hati dalam memilih brand ambassador karena personal branding dapat mempengaruhi perusahaan,” ujarnya.

Sebagai tips tambahan Dian Agustine mengatakan, “PR harus paham keinginan stakeholders dengan apa yang akan ditampilkan agar dapat mengelola persepsi dengan baik.”

Menambahkan perspektif dari sudut pandang jurnalis, Akbar membahas pengelolaan krisis terkait pada relasi kepada media. Ia mengatakan media bisa mempengaruhi persepsi publik.

“Dari sumber yang sama, bisa terbentuk beberapa framing yang menimbulkan perbedaan persepsi,” ujarnya.

Pada salah satu chapter atau bab pada buku juga membahas secara lengkap bagaimana pembentukan framing dan bagaimana mengelola media untuk menyukseskan strategi penanganan krisis. “Jadi ketika terjadi krisis maka jangan menjauhi media, tetapi bagaimana kita mampu mengelolanya,” ujar jurnalis dari media Republika ini.

Acara bedah buku ditutup dengan sesi tanya jawab mahasiswa Universitas Telkom dan dosen dengan para penulis. Pihak penyelenggara juga memberikan hadiah berupa e-money dan buku PR Crisis bagi mahasiswa yang aktif selama kegiatan berlangsung.

Buku ini diterbitkan oleh Nexus yang bekerjasama dengan NAGARU Communication serta didukung oleh Andaf Corporations dan @2N_prnavigation. Buku ini dapat dibeli melalui E-Commerce seperti Tokopedia dan Shopee atau menghubungi Nexus untuk mendapatkan buku eksklusif bertanda tangan penulis. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi instagram buku PR Crisis di @pr.crisis.id.

No responses yet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *