Jakarta, Akuratnews.com — Aktifitas public relations tak hanya sekadar diukur dengan pendekatan PR value atau citra dan reputasi yang baik saja.

Public relations harus dapat memastikan perusahaan yang dijaganya itu mampu berkelanjutan (sustain) dalam jangka waktu yang panjang.

Selanjutnya di dalam krisis diperlukan juga sebuah kemampuan untuk membangun relasi secara personal dengan jurnalis dan pekerja media. Alasannya, media itu berperan penting dalam mempengaruhi opini dan pesepsi publik yang dapat berdampak pada citra dan reputasi.

Hal tersebut menjadi rangkuman atas diskusi bedah buku Public Relations (PR) Crisis yang digelar Fakultas Komunikasi dan Bisnis Telkom University bekerjasama dengan Nexus Risk Mitigation & Strategic Communication. Kegiatan yang diramaikan lebih dari 230 mahasiswa dan dosen ini dilangsungkan secara virtual, Kamis (25/2).

Dalam diskusi ini menghadirkan tiga penulis buku PR Crisis, yakni Dr Firsan Nova, Dian Agustine Nuriman, dan Mohammad Akbar.

“Public Relations itu more than PR value, citra, reputasi, tetapi harus sustain. Buat apa reputasi bagus tetapi perusahannya collapse. Untuk itu PR berperan penting agar perusahaan mampu untuk sustain secara baik,” kata Firsan yang juga menjadi CEO Nexus RMSC ini.

Firsan menambahkan, di Nexus pihaknya sepakat dalam menilai sebuah krisis berdasarkan dampak yang dimunculkan. Krisis adalah peristiwa yang membahayakan atau mengancam citra, reputasi, dan stabilitas perusahaan. Ia juga menegaskan tidak semua isu itu dapat dikatakan sebagai krisis.

“Krisis itu bisa diukur melalui dampak yang dihasilkan melalui citra, reputasi, dan stabilitas finansial,” jelasnya.

Sementara itu Dian mengatakan perlunya skema dan panduan yang matang untuk membangun citra dan reputasi sebuah perusahaan. Di sinilah menjadi penting untuk memiliki penilaian yang matang dalam menyusun strategi public relations, termasuk dalam memilih brand ambassador sebuah perusahaan ataupun brand.

“Dalam hal pemilihan brand ambassador bagi perusahaan atau brand itu, jangan sampai figur publik yang dipilih dapat merugikan citra perusahaan pada suatu saat nanti,” kata wanita yang juga menjadi pendiri dari Nagaru Communication ini.

Berkaitan dengan media, Akbar mengingatkan ketika mengalami krisis maka jangan pernah menjauhi media. Untuk menghadapi media, kata dia, harus dengan pendekatan yang baik, bahkan dengan pendekatan personal untuk membangun relasi secara baik dan kuat.

Menyitir kutipan dari musisi Jim Morrison, Akbar mengatakan siapa yang mampu mengontrol media, maka dia akan mampu mengontrol pikiran publik. Di sinilah menjadi penting peran media.

“Media mampu mempengaruhi opini dan persepi publik. Makanya, jangan pernah untuk menjauhi media, kalian harus mampu mengelola relasi yang baik dengan rekan-rekan media, bisa melakukan

“Untuk membangun pendekatan personal, maka ajak duduk bareng dan minum kopi bersama karena itu modal yang baik bagi PR ketika menghadapi isu ataupun krisis,” kata pria yang juga berprofesi sebagai jurnalis di Republika ini.

Dalam acara bedah buku ini, hadir juga Dekan Fakultas Komunikasi dan Bisnis Telkom University, Ade Irma Susanty, Ph.D. Dalam sambutannya, ia berterima kasih dan mengapresiasi kegiatan sharing praktisi PR kepada mahasiswa dan dosen.

“Saya rasa ini menjadi sangat bermanfaat buat mahasiswa dan dosen yang mengambil konsentrasi terhadap ilmu public relations,” ujarnya.

Dalam diskusi bedah buku ini pihak penyelenggara dari Telkom University memberikan sejumlah hadiah kepada para mahasiswa yang aktif bertanya pada acara tersebut, seperti e-money dan juga pemberian buku PR Crisis secara ekslulsif dan gratis dari para penulis bukunya.

 

Penulis: Irish

Editor: Redaksi

No responses yet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *