JAKARTA, Suaramerdekajkt.com, – Fakultas Komunikasi dan Bisnis, Universitas Telkom, menyelenggarakan webinar untuk membedah buku PR Crisis. Dalam acara ini hadir tiga penulis, yaitu Firsan Nova, Dian Agustine Nuriman, dan Mohammad Akbar. Acara yang diselenggarakan Kamis (25/2) ini dipandu oleh dosen Digital PR Universitas Telkom, Martha Tri Lestari sebagai moderator dan mahasiswa Universitas Telkom, Brendha Qaulani sebagai MC.
“PR itu lebih dari sekadar citra, reputasi, dan PR value. Kita bicara soal sustainability sebuah perusahaan. Maka, dalam mengatasi krisis, penting sekali untuk mengisolasi stakeholders, issue, dan media untuk keberlangsungan perusahaan,“ kata Dr. Firsan Nova, CEO Nexus Risk Mitigation & Strategic Communication, dalam sesi sharing mengenai pengelolaan isu, risiko, dan krisis di Jakarta, Kamis (25/2/2021).
Melalui diskusi publik secara virtual ini, Firsan menekankan bahwa sebuah krisis didefinisikan bukan berdasarkan ukurannya, tetapi dampaknya. “Tidak semua isu itu bisa disebut sebagai krisis tapi harus dilihat dampaknya seperti apa,” ujarnya.
Sementara itu, Dian Agustine, founder dan consultant NAGARU Communication, berbicara lebih dalam mengenai pembangunan reputasi pascakrisis. Menurut dia, sangat penting untuk membedakan apa itu citra dan reputasi.
“Di dalam buku PR Crisis kita membahas mengenai persepsi, citra, dan reputasi secara lengkap,” ujar wanita yang telah bertahun-tahun berkecimpung di dunia komunikasi khususnya Public Relations tersebut.
Menurut Dian, buku PR Crisis ini dapat dijadikan pedoman para mahasiswa Telkom yang nantinya siap menjadi calon praktisi PR sehingga mampu mencerna kinerja PR dalam menjaga persepsi publik.
Buku PR Crisis ini membalut krisis rumit dalam bahasa populer dengan pendekatan storytelling. Tujuannya untuk mempermudah para pembaca dalam memahami sekaligus menyerap konsep dari manajemen krisis. Di dalam buku ini menghadirkan juga sejumlah studi kasus nyata yang ditulis secara komprehensif dan substansial.
Akbar yang narasumber ketiga membagikan perspektifnya dalam usaha menaklukkan media saat menghadapi krisis.
“Sebagai PR, harusnya bisa mengelola media karena media sangat mempengaruhi opini publik,” kata Akbar yang masih berstatus sebagai jurnalis aktif di Republika.
Menilik kekuatan framing media yang berbeda-beda dari sumber yang sama, menurut Akbar, siapapun yang bisa mengontrol media, maka ia bisa mengontrol pikiran.
Dalam kegiatan yang diselenggarakan melalui aplikasi zoom dengan total 269 peserta ini, ketiga penulis memaparkan materi melalui angle yang berbeda-beda dengan tujuan memperkaya pandangan seluruh peserta dalam memandang suatu krisis.
Diskusi publik dan bedah buku PR Crisis diakhiri dengan sesi tanya jawab dengan mahasiswa Universitas Telkom. Pihak penyelenggara dari Universitas Telkom juga memberikan banyak hadiah untuk para mahasiswa yang aktif bertanya pada acara tersebut, seperti e-money dan juga buku PR Crisis secara langsung dari para penulis buku.
No responses yet